Seseorang laki-laki yg menempuh
perjalanan dari Damaskus menuju Zabadani. Di tengah jalan, terdapat pria
lain yg berniat menyewa keledainya. Meski tidak dikenal, dia
mengizinkan laki-laki asing untuk menyewa keledainya. Keduanya berjalan
menuju satu lokasi, beriringan.
Gambar al-quran sumber : goole.Com
“Ayo lewat arah sini,” ajak laki-laki penyewa keledai.
“Tidak, saya belum pernah lewat jalan itu. Mari tempuh jalan yg lain.” jawab si pria. Mengelak.
“Tenang saja,” rayu laki-laki penyewa keledai, “saya yang akan sebagai penujuk jalan.”
Keduanya pun berunding hingga laki-laki pertama mengikuti saran pria yang menyewa keledainya.
Tak usang selesainya itu, keduanya sampai pada sebuah tempat yang sukar dilewati. Medannya terjal dan curam. Laki-laki pemilik keledai melihat ada beberapa mayat tergeletak pada sana.
Tak dinyana, pria yang menyewa keledainya turun sembari menodongkan sebilah pedang. “Turunlah segera! Aku akan membunuhmu!”
Laki-laki pemilik keledai pun berlari sekuat kemampuannya. Ia berusaha menghindar, akan tetapi sia-sia karena sukarnya medan yg harus dilalui.
“Ambil saja keledai kepunyaanku.
Bebaskan aku .” ujar pria pemilik keledai. Nyawanya terancam.
“Pasti. Aku tidak akan menyia-nyiakan keledaimu. Tapi, aku jua ingin membunuhmu.” Gertak si pria. Bengis.
Tak henti-hentinya, laki-laki pemilik keledai ini membicarakan petuah . Ia juga membacakan ancaman-ancaman Allah Ta’ala pada al-Qur’an dan hadits Nabi tentang dosa membunuh & melakukan kejahatan secara generik.
Sayangnya, laki-laki itu tak menggubris. Nafsu membunuhnya sudah bundar . Tak bisa dicegah. Mustahil diurungkan.
“Jika demikian,” ujar laki-laki pemilik keledai, “izinkanlah saya mendirikan shalat. Dua rakaat saja.”
Gambar al-quran sumber : goole.Com
“Tidak, saya belum pernah lewat jalan itu. Mari tempuh jalan yg lain.” jawab si pria. Mengelak.
“Tenang saja,” rayu laki-laki penyewa keledai, “saya yang akan sebagai penujuk jalan.”
Keduanya pun berunding hingga laki-laki pertama mengikuti saran pria yang menyewa keledainya.
Tak usang selesainya itu, keduanya sampai pada sebuah tempat yang sukar dilewati. Medannya terjal dan curam. Laki-laki pemilik keledai melihat ada beberapa mayat tergeletak pada sana.
Laki-laki pemilik keledai pun berlari sekuat kemampuannya. Ia berusaha menghindar, akan tetapi sia-sia karena sukarnya medan yg harus dilalui.
“Ambil saja keledai kepunyaanku.
Bebaskan aku .” ujar pria pemilik keledai. Nyawanya terancam.
“Pasti. Aku tidak akan menyia-nyiakan keledaimu. Tapi, aku jua ingin membunuhmu.” Gertak si pria. Bengis.
Tak henti-hentinya, laki-laki pemilik keledai ini membicarakan petuah . Ia juga membacakan ancaman-ancaman Allah Ta’ala pada al-Qur’an dan hadits Nabi tentang dosa membunuh & melakukan kejahatan secara generik.
Sayangnya, laki-laki itu tak menggubris. Nafsu membunuhnya sudah bundar . Tak bisa dicegah. Mustahil diurungkan.
“Jika demikian,” ujar laki-laki pemilik keledai, “izinkanlah saya mendirikan shalat. Dua rakaat saja.”
Qadarullah, seluruh hafalan pria pemilik keledai hilang. Saat sibuk mengingat-ingat, pria tidak bernurani itu membentak & menyuruhnya bergegas.
Akhirnya, teringatlah satu ayat oleh pria pemilik keledai ini. Ia membaca firman Allah Ta’ala pada surat an-Naml [27] ayat 62,
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yg pada kesulitan bila dia berdoa pada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan dan yg berakibat engkau (manusia) sebagai khalifah pada bumi? Apakah selain Allah ada tuhan (yg lain)? Amat sedikitlah engkau mengingati(Nya).”
gambar al-quran sumber : goole.com |
“Seketika itu juga,” celoteh si laki-laki , “berdasarkan mulut lembah ada seseorang pengendara kuda membawa tombak. Dia melemparkan tombak sempurna pada dada pria dursila itu sampai eksklusif tersungkur tanpa bernyawa.”
“Siapakah kamu?” tanya laki-laki pemilik keledai penuh heran sekaligus haru terima kasih.
“Akulah hamba-Nya Dia yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila beliau berdoa kepada-Nya, dan yg menghilangkan kesusahan.”
Kisah menakjubkan ini pula dituturkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.
Wallahu a’lam.
Posting Komentar
Posting Komentar